Padazaman khalifah umar bin abdul aziz (99-101 H/717-720)diadakan kegiatan pengumpulan dan penulisan hadis sahih yang menjadi sumber hukum islam. Ilmu cara membaca Al-qurâan , Kodifikasi dan penulisan hadis, Tafsir Al-qurâan , Ilmu fiqh, Ilmu tasawuf Penetapan ini terjadi pada masa pemerintahan abdul malik bin marwan(65-86H/695
MAKALAHKODIFIKASI HADITS. By Garis Guru November 02, 2017 No comments. BAB I. Hadis menurut bahasa berarti sesuatu yang baru ( Periodisasi Pembukuan Hadis secara resmi baru dilaksanakan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. B. Rumusan Masalah.
Proseskodifikasi Hadis atau proses pembukuan Hadis secara resmi diperintahkan langsung oleh pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abdul âAziz. Penulisan berangkat dari kekhawatiran hilangnya hadis dari kaum muslimin serta menjaga otentisitas hadis Rasulullah yang telah bercampur dengan ungkapan-ungkapan palsu yang disampaikan
Kemudiankhalifah Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam (Gubernur di Mesir), meminta kepada Katsir bin Murrah al-Hadramiy agar menuliskan hadis-hadis Nabi untuknya. Yang dilakukan Abdul Aziz ini juga belumlah disebut sebagai kodifikasi karena yang dilakukannya hanya permintaan bersifat pribadi saja dan juga hanya gagasan dan terbatas untuk wilayah
Periwayatanhadis pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih terbatas disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran resmi. E. PERAN UMAR BIN ABDUL AZIZ DALAM KODIFIKASI Beberapa pokok mengapa khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijaksanaan seperti ini.Pertama ia khawatir hilangnya hadis-hadis, dengan
KomentarArtikel : Pengumpulan hadist terjadi pada masa pemerintahan khalifah bani umayyah Komentar Artikel : Proses Kodifikadi Hadist pada Masa khalifah Umar bin Abdul Aziz - tunggu
SejarahKodifikasi (Pembukuan) Hadits Secara resmi, kodifikasi hadits dilakukan dan dimulai pada masa Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang terkenal adil dan waraâ hingga beliau disebut sebagai khalifah Rasyidin yang ke lima.
3pemikiran politik abdul kahar muzakkar tentang konsep negara dan pemerintahan indonesia (kajian sejarah politik dan intelektual) kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul aziz dan implikasinya terhadap perkembangan hukum islam (680-720) dinamika politik dalam negeri kesultanan brunei darussalam masa pemerintahan sultan omar
gVG4Ax. Jelaskan proses kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul azizâ1. Jelaskan proses kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul azizâ2. khalifah umar bin abdul aziz memerintahkan para ilmuwan melakukan kodifikasi hadis karena3. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan para ilmuwan melakukan kodifikasi hadis karena .......4. pembukuan hadis Nabi Muhammad pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dilakukan pada tahunâ5. Pembukuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dilakukan pada tahun âŚâ6. Tokoh ahli hadis Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah7. Mengapa hadis di bukukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ?8. Mengapa ada kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul azis, jelaskan!9. pengumpulan hadis yang pertama pada masa kekhalifahan umar bin abdul aziz adalah10. Pembukuan Al-qurâan pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq dan pengkodifikasian Hadits pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah contoh11. Pembukuan al-qurâan pada masa khalifah abu bakar as-sidiq dan pengkodifikasian hadits pada masa khalifah umar bin abdul aziz adalah contohâŚ12. sebutkan para buruh hadis khalifah umar bin abdul aziz13. apa alasan khalifah umar bin abdul aziz berusaha keras untuk mengkodifikasikan hadits....â14. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengupayakan pengumpulan hadis hadis yang dikerjakan oleh15. siapakah guru hadis khalifah umar bin abdul aziz16. maksud dari kodifikasi sebab² yg mendorong khalifah umar bin abdul aziz melopori kodifikasi kodifikasi hadis pada masa rasulullah sawâ17. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengupayakan pengumpulan hadis hadis yang dikerjakan oleh18. 1 khalifah umar bin Abdul Aziz sangat dicintai oleh rakyatnya,apa sebabnya 2 Khalifah Umar bin Abdul Aziz berusaha keras untuk mengkodifikasikan hadis,apa alasan nyaâ19. Usaha kodifikasi hadis dilakukan pada masa khalifah - muawiyah bin abu sufyan - umar bin abdul aziz - yazid bin walid - walid bin abdul malikiq gue kurang tinggiâ20. siapakah guru hadis khalifah umar bin abdul aziz 1. Jelaskan proses kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul azizâJawaban1. melestarikan hadist dan sejarah kehidupan nabi Muhammad Saw karena sdh bnyak shabat dan thabiin yang meninggal2. melindungi dri hadist hadist palsu3. membantu memperjelas perintah dalam Al Qur'anPenjelasanmenolaknyalingugelJawabanASTIFPenjelasanSAYA IGIN DAPAT POIN 2. khalifah umar bin abdul aziz memerintahkan para ilmuwan melakukan kodifikasi hadis karena karena sudah banyaknya para pemalsu hadits dan berkurangnya para ahli dalam bidang tsb. 3. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan para ilmuwan melakukan kodifikasi hadis karena ....... Karena pada masa itu khalifah Umar bin Abdul Aziz khawatir suatu saat nanti jika hadis tidak dikodifikasi, hadis hadis akan hilang dan dilupakan. karena semakin lama para penghafal hadis sudah gugur dimedan perang . padahal hadis merupakan pedoman hidup seorang muslimsekian semoga bermanfaat 4. pembukuan hadis Nabi Muhammad pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dilakukan pada tahunâJawabanPembukuan hadis terbentuk pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang di nobatkan pada akhir abad pertama,yakni tahun 99 hijriyah dan memasuki abad ke dua Jawaban Yang Tercerdas 5. Pembukuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dilakukan pada tahun âŚâJawabanawal abad ke 2 hijriyahJawaban Abad ke dua hijriyahPenjelasansebagai khalifah pada masa itu, beliau memandang perlu untuk membukukan hadist. karena beliau menyadari bahwa semakin lama para permawi hadist banyak yang meninggal 6. Tokoh ahli hadis Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalahPenjelasanUmar bin 'Abdul 'Aziz bahasa Arab ŘšŮ
Řą ب٠ؚبد اŮؚزŮزâ; 2 November 682 â 5 Februari 720,[1] atau juga disebut 'Umar II, adalah khalifah yang berkuasa dari tahun 717 umur 34â35 tahun sampai 720 selama 2â3 tahun. 'Umar berasal dari Bani Umayyah cabang Marwani. Dia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman. 7. Mengapa hadis di bukukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ? pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada gubernur Madinah untuk segera mengumumkan kepada masyarakat umum dalam gerakan pengumpulan dan penyempurnaan hadist, karena pada saat itu hadis hadis mulai hilang dan bercampur aduk dengan ucapan ucapan israilliyat serta banyaknya para ulama hadist yg wafat, selain itu hadis difungsikan untuk memperkuat kedudukan suatu kelompok seperti khawarij, Syiah dan Bani Umayyah sehingga mereka pun berebut untuk membuat hadis. JAWABANKekhawatiran Khalifah Umar bin Abdul Aziz bahwa hadits berangsur angsur akan hilang jika tidak melihat bahwa para penghafal hadis semakin berkurang karena meninggal, dan sudah berpencar ke berbagai wilayah Islam. Selain itu, pemalsuan hadis pun mulai tetapi, penulisan hadis pada masa ini, masih bercampur antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat dan tabiin, seperti terlihat dalam kitab al-Muwattaâ yang disusun Imam Malik. Karena keragaman isi kitab hadis yang disusun pada masa ini, para ulama hadis ada yang mengatakan bahwa kitab-kitab hadis ini termasuk kategori al-musnad kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat yang menerima hadits dari Nabi SAW.Di antara generasi pertama yang menulis al-musnad ini adalah Abu Dawud Sulaiman at-Tayalisi. Langkah ini diikuti oleh generasi sesudahnya, seperti Asad bin Musa, Musa al-Abbasi, Musaddad al-Basri, Nuâaim bin Hammad al-Khazaâi, Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali, Ishaq bin Rahawaih, dan Usman bin Abi membantu 8. Mengapa ada kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul azis, jelaskan! Melestarikan hadist dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad karena sudah banyak sahabat dan thabiin yang sudah meninggalMelindungi dari hadis-hadis palsuMembantu memperjelas perintah dalam Al QuranPembahasanPembukuan atau hadist pertama kali dilakukan pada masa Bani Umayyah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang memerintahkan Ibnu Syihab az-Zuhri. Beliau adalah ulama generasi âshighar at tabiinâ atau tabiin ini memiliki manfaat1. Melestarikan hadist dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad karena sudah banyak sahabat dan thabiin yang sudah meninggalPada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat pada tahun 717 hingga 720 M, para sahabat yang menjadi saksi perjuangan Nabi Muhammad, sudah meninggal semuanya. Sahabat terakhir yang meninggal adalah Anas bin Malik yang meningal di Basra pada usia 103 tahun pada tahun 717 M. Yang tersisa adalah para thabiin, yang menerima riwayat perjuangan langsung dari para sahabat nabi ini berarti umat Islam tidak bisa meinta pendapat dan penjelasan mereka tentang ajaran Nabi Muhammad. Juga tidak dapat lagi belajar langsung riwayat perjuangan Nabi itu, dengan kodifikasi hadist ini, riwayat tersebut dapat dibukukan dan memudahkan pembelajarannya. Kodifikasi ini juga mencegah riwayat perjuangan Nabi Muhammad dari hilang atau Melindungi dari hadis-hadis palsuPada masa Banu Umayyah, mulai merebak banyak hadits-hadist palsu, yang digunakan untuk meraih kekuasaan bagi kepentingan politik atau mazhab. Hadist ini sangat berbahaya karena diaku sebagai sabda Nabi Muhammad padahal bukan. Dengan kodifikasi Hadits, para ulama seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim memilah-milah mana hadits yang shahih terpercaya, mana yang hasan baik, dan mana yang mawdu; dipalsukan.3. Membantu memperjelas perintah dalam Al QuranPerintah dalam Al Quran banyak yang bersifat umum. Karena itu diperlukan hadits yang berisi tentang riwayat hidup dan penjelasan nabi terhadap perintah di Al Quran untuk melaksanakan dengan baik perintah tersebut. Misalnya shalat diperintahkan AL Quran, namun tidak dijelaskan rukunnya. Maka dengan kodifikasi hadits, umat Islam bisa dengan mudah mempelajari penjelasan perintah ini dari hadits yang dikumpulkan lebih lanjut manfaat proses kodifikasi hadis pada masa pemerintahan Bani Umayyah di lebih lanjut kitab hadits 6 ulama Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Imam Tirmizi, dan Imam Nasa'i di lebih lanjut perkembangan peradaban Islam masa Bani Umayyah di Jawaban Kode X Mata pelajaran IPS / Sejarah Materi Bab 5 - Zaman Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia 9. pengumpulan hadis yang pertama pada masa kekhalifahan umar bin abdul aziz adalah Ide pembukuan hadis pertama kali di cetuskan oleh khalifa umar bin abdul aziz pada awal abad ke 2 hijriyah. sebagai khalifa pada masa itu, beliau memandang perlu untuk membukukan hadis. karena beliau menyadari bahwa semakin lama para perawi hadis banyak yang meninggal. apa bila Hadis - Hadis tersebut tidak di bukukan maka akan di khawatirkan akan lenyap dari permukaan bumi. di samping itu, timbulnya berbagai golongan yang bertikai dalam persoalan kekhalifahan menyebabkan ada nya kelompok yang membuat hadis palsu untuk menambah hasil pendapattan nya. penulis hadis yang pertama kali dan terkenal pada masa itu adalah abu bakar muhammad ibnu muslimin ibnu syihab az zuhri. pentingnya pembukuan hadis tersebut mengundang para ulama untuk ikut serta berperan dalam meneliti dan menyeleksi dengan cermat kebenaran hadis - hadis. penulisan hadis pada abad ini belum ada pemisahan antara hadis nabi dengan ucapan sahabat maupun fatma ulama. kitab yang terkenal pada masa itu adalah Al Muwatta karya imam malik. dan pada abad ke-3 H, penulisan di lakukan dengan mulai memisahkan antara hadis, ucapan maupun Wafta bahkan ada pula yang memisahkan antara hadis shahih dan bukan shahih. pada abad ke-4 H, yang merupakan akhir penulisan hadis, kebanyakan bukti hadis itu hanya merupakan penjelasan ringkas dan pengelompokan hadis - hadis sebelumnya. 10. Pembukuan Al-qurâan pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq dan pengkodifikasian Hadits pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah contohJawabanPembukuan Al-qurâan pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq dan pengkodifikasian Hadits pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah contoh"maslahah mursalahPenjelasansemoga membantu...ya 11. Pembukuan al-qurâan pada masa khalifah abu bakar as-sidiq dan pengkodifikasian hadits pada masa khalifah umar bin abdul aziz adalah contoh⌠maslahah mursalahMaslahah Mursalah adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi manusia 12. sebutkan para buruh hadis khalifah umar bin abdul aziz Yang pertama kali dan terkenal pada masa itu adalah abu bakar Muhammad ibnu muslimin ibnu syihab az zuhri 13. apa alasan khalifah umar bin abdul aziz berusaha keras untuk mengkodifikasikan hadits....âJawabanFaktor penyebabnya adalah kekhawatiran Khalifah bahwa hadis berangsur-angsur akan hilang jika tidak dikumpulkan dan dibukukan. Ia melihat bahwa para penghafal hadis semakin berkurang karena meninggal, dan sudah berpencar ke berbagai wilayah Islam. Selain itu, pemalsuan hadis pun mulai 14. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengupayakan pengumpulan hadis hadis yang dikerjakan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengupayakan pengumpulan yang dikerjakan oleh Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Membantu.. 15. siapakah guru hadis khalifah umar bin abdul aziz Said Bin Al Musayyab RohimallohKalo Nggk Salah ,Maaf kalo salah 16. maksud dari kodifikasi sebab² yg mendorong khalifah umar bin abdul aziz melopori kodifikasi kodifikasi hadis pada masa rasulullah sawâPenjelasan1. Yang dimaksud kodifikasi tadwin adalah mengumpulkan, menghimpun atau membukukan, yakni mengumpulkan dan menertibkannya. Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi hadis adalah menghimpun catatan-catatan hadis Nabi dalam Motif /sebab 'Umar bin' Abdul 'Aziz dalam mengkodifikasikan hadits adalah Kekhawatiran akan hilang dari perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan, Untuk membersihkan dan meningkatkan Hadits dari hadits-hadits maudhu' palsu yang dibuat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan dan mazhab, Tidak berlaku lagi akan tercampurnya al-Qur'an dan hadits, jadi sudah bisa dibedakan. Al-Qur'an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah tersebar secara merata diseluruh umat Islam, ada yang tidak akan menyebutkan hadits karena banyak 'ulama hadits yang gugur dalam medan kl ada yg salah, semoga membantu Semangattttt... 17. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengupayakan pengumpulan hadis hadis yang dikerjakan oleh Gubernur madinah, Abu bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm 18. 1 khalifah umar bin Abdul Aziz sangat dicintai oleh rakyatnya,apa sebabnya 2 Khalifah Umar bin Abdul Aziz berusaha keras untuk mengkodifikasikan hadis,apa alasan nyaâJawabanagar hadist terkumpul tidak hilang maaf kalau salah Jawabankarena mereka dendam kepada Abdul Aziz 19. Usaha kodifikasi hadis dilakukan pada masa khalifah - muawiyah bin abu sufyan - umar bin abdul aziz - yazid bin walid - walid bin abdul malikiq gue kurang tinggiâJawaban- Umar bin Abdul azizPenjelasanMaap jika salah, n smg terbantu 20. siapakah guru hadis khalifah umar bin abdul aziz Sa'id bin al- Musayyab Rohimahulloh*semoga membantu
I. PENDAHULUAN Al-Hadith merupakan sumber hukum utama sesudah al-Qurâan. Keberadaan al-Hadith merupakan realitas nyata dari ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qurâan. Hal ini karena tugas Rasul adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni al-Qurâan. Sedangkan al-Hadith, hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Qurâan itu sendiri. Kendati demikian, keberadaan al-Hadith dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan al-Quran yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus baik dari Rasulullah saw maupun para sahabat berkaitan dengan penulisannya. Bahkan al-Qurâan telah secara resmi dikodifikasikan sejak masa khalifah Abu Bakar al-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang merupakan waktu yang relatif dekat dengan masa Rasulullah. Sementara itu, perhatian terhadap al-Hadith tidaklah demikian. Upaya kodifikasi al-Hadith secara resmi baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abd. al-Aziz khalifah Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 Hijriyah, waktu yang relatif jauh dari masa Rasulullah saw. Kenyataan ini telah memicu berbagai spekulasi berkaitan dengan otentisitas al-Hadith. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang definisi kodifikasi hadith, sejarah kodifikasi hadith dan faktor- faktor pendorong kodifikasi hadith. II. PEMBAHASAN A. DEFINISI KODIFIKASI HADITH Kodifikasi atau tadwin hadith secara resmi di sinonimkan dengan tadwin al hadith Rasmiyan, tentunya akan berbeda dengan penulisan hadith atau kitabah al hadith. Secara etimologi kata kodifikasi berasal kata codification yang berarti penyusunan menurut aturan/ sistem tertentu.[1] Atau dari kata tadwin dapat berarti perekaman recording, penulisan writing down, pembukuan booking, pendaftaran listing, registration. Lebih dari itu, kata tadwin juga berarti pendokumentasian, penghimpunan atau pengumpulan serta penyusunan. Maka kata tadwin tidak semata- mata berarti penulisan, namun ia mencakup penghimpunan, pembukuan dan pendokumentasian.[2] Adapun kata rasmiyan secara resmi mengandung arti bahwa suatu kegiatan dilakukan oleh lembaga administratif yang diaukui oleh masyarakat, baik langkah yang ditempuh tersebut diakui atau tidak oleh masyarakat itu sendiri. Jadi yang dimaksud dengan kodifikasi hadith secara resmi adalah penulisan hadith nabi yang dilakukan oleh pemerintah yang disusun menurut aturan dan sistem tertentu yang diakui oleh masyarakat. Adapun perbedaan antara kodifikasi hadith secara resmi dan penulisan hadith adalah a. Kodifikasi hadith secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif yang diakui oleh masyarakat, sedang penulusan hadith dilakukan oleh perorangan. b. Kegiatan kodifikasi hadith tidak hanya menulis, tapi juga mengumpulkan, menghimpun dan mendokumentasikannya. c. Tadwin hadith dilakukan secara umum yang melibatkan segala perangkat yang dianggap kompeten terhadapnya, sedang penulisan hadith dilakukan oleh orang- orang tertentu.[3] B. SEJARAH KODIFIKASI HADITH Ide penghimpunan hadith nabi secara tertulis untuk pertama kali dikemukakan oleh Khalifah Umar bin al Khattab H=633 M. Ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena Umar merasa khawatir umat Islam akan terganggu perhatiannya dalam mempelajari al Qurâan. Pembatalan niat Umar untuk menghimpun hadith nabi itu dikemukakan sesudah beliau melakukan sholat Istikharah selama satu bulan. Kebijaksanaan Umar dapat dimengerti karena pada zaman Umar daerah Islam telah semakin luas dan hal itu membawa akibat jumlah orang yang baru memeluk Islam semakin bertambah banyak.[4] Memasuki periode tabiâin, sebenarnya kekhawatiran membukukan/ kodifikasi hadith tidak perlu terjadi, justru pada periode ini telah bertabur hadith- hadith palsu yang mulai bermunculan setelah umat Islam terpecah menjadi golongan- golongan, yang semula berorientasi politik berubah menjadi faham keagamaan, seperti Khawarij, Syiâah, murjiâah, dan lain- lain. Perpecahan ini terjadi sesaat setelah peristiwa tahkim yang merupakan rentetan peristiwa yang berasal dari terbunuhnya khalifah Umar bin Affan ra. Untuk mengukuhkan eksistensi masing- masing golongan mereka merasa perlu mencipta hadith palsu.[5] Kemudian semua karya tentang hadith dikumpulkan pada paruh akhir abad ke- 2H/ 8M atau selama abad ke-3/9M. Berbagai catatan sejarah menunjukkan bahwa di seputar awal abad ke-2H, sejumlah kecil muhadditsun ahli hadith telah mulai menulis hadith, meskipun tidak dalam himpunan yang runtut. Belakangan koleksi kecil ini menjadi sumber bagi karya-karya yang lebih besar. Meskipun begitu kebanyakan hadith yang ada dalam himpunan- himpunan besar disampaikan melalui tradisi lisan. Sebelum dicatat dalam himpunan- himpunan tersebut belum pernah dicatat di tempat manapun.[6] Ada beberapa pendapat yang berkembang mengenai kapan kodifikasi secara resmi dan serentak dimulai. 1 Kelompok Syiâah, mendasarkan pendapat Hasan al-Sadr 1272-1354 H, yang menyatakan bahwa penulisan hadis telah ada sejak masa Nabi dan kompilasi hadis telah ada sejak awal khalifah Ali bin Abi Thalib 35 H, terbukti adanya Kitab Abu Rafiâ, Kitab al-Sunan wa al-Ahkam wa al-Qadaya.. 2 Sejak abad I H, yakni atas prakarsa seorang Gubernur Mesir Abdul Aziz bin Marwan yang memerintahkan kepada Kathir bin Murrah, seorang ulama Himsy untuk mengumpulkan hadis, yang kemudian disanggah Syuhudi Ismail dengan alasan bahwa perintah Abdul Aziz bin Marwan bukan merupakan perintah resmi, legal dan kedinasan terhadap ulama yang berada di luar wilayah kekuasaannya. 3 Sejak awal abad II H, yakni masa Khalifah ke-5 Dinasti Abbasiyyah, Umar ibn Abdul Aziz yang memerintahkan kepada semua gubernur dan ulama di wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan hadith- hadith Nabi. Kepada Ibnu Shihab al-Zuhri, beliau berkirim surat yang isinyaâ Perhatikanlah hadis Rasulullah SAW., lalu tulislah. Karena aku mengkhawatirkan lenyapnya ilmu itu dan hilangnya para ahliâ dan kepada Abu Bakar Muhammad ibn Amr ibn Hazm, beliau menyatakan âTuliskan kepadaku hadis dari Rasulullah yang ada padamu dan hadith yang ada pada Amrah Amrah binti Abdurrahman, w. 98 H, karena aku mengkhawatirkan ilmu itu akan hilang dan lenyap.â Pendapat ketiga ini yang dianut Jumhur Ulama Hadis, dengan pertimbangan jabatan khalifah gaungnya lebih besar daripada seorang gubernur, khalifah memerintah kepada para gubernur dan ulama dengan perintah resmi dan legal serta adanya tindak lanjut yang nyata dari para ulama masa itu untuk mewujudkannya dan kemudian menggandakan serta menyebarkan ke berbagai tempat. Dengan demikian, penulisan hadith yang sudah ada dan marak tetapi belum selesai ditulis pada masa Nabi, baru diupayakan kodifikasinya secara serentak, resmi dan massal pada awal abad II H, yakni masa Umar bin AbdulâAziz, meskipun bisa jadi inisiatif tersebut berasal dari ayahnya, Gubernur Mesir yang pernah mengisyaratkan hal yang sama sebelumnya. Adapun siapa kodifikator hadis pertama, muncul nama Ibnu Shihab al-Zuhri w. 123 H, karena beliaulah yang pertama kali mengkompilasikan hadith dalam satu kitab dan menggandakannya untuk diberikan ke berbagai wilayah, sebagaimana pernyataannya âUmar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada kami menghimpun sunnah, lalu kami menulisnya menjadi beberapa buku.â Kemudian beliau mengirimkan satu buku kepada setiap wilayah yang berada dalam kekuasaannya. Demikian pandangan yang dirunut sebagian besar sejarawan dan ahli Hadith. Adapun ulama yang berpandangan Muhammad Abu Bakr ibn Amr ibn Hazm yang mengkodifikasikan hadith pertama, ditolak oleh banyak pihak, karena tidak digandakannya hasil kodifikasi Ibn Amr ibn Hazm untuk disebarluaskan ke berbagai wilayah. Meski demikian, ada juga yang berpendapat bahwa kodifikator hadith sebelum adanya instruksi kodifikasi dari Khalifah Umar ibn Abdul Aziz telah dilakukan, yakni oleh Khalid bin Maâdan w. 103 H. Rasyid Ridha 1282-1354 H berpendapat seperti itu, berdasar periwayatan, Khalid telah menyusun kitab pada masa itu yang diberi kancing agar tidak terlepas lembaran-lembarannya. Namun pendapat ini ditolak Ajjaj al-Khatib, karena penulisan tersebut bersifat individual, dan hal tersebut telah dilakukan jauh sebelumnya oleh para sahabat. Terbukti adanya naskah kompilasi hadis dari abad I H, yang sampai kepada kita, yakni al-Sahifah al-Sahihah.[7] Diantara buku-buku yang muncul pada masa ini adalah 1 Al-Muwaththaâ yang ditulis oleh Imam Malik 2 Al-Mushannaf oleh Abdul Razzaq bin Hammam Ash-Shanâani 3 As-Sunnah ditulis oleh Abd bin Manshur 4 Al-Mushannaf dihimpun oleh Abu Bakar bin Syaybah, dan 5 Musnad Asy-Syafiâi.[8] Teknik pembukuan hadith- hadith pada periode ini sebagaimana disebutkan pada nama-nama tersebut, yaitu al-mushannaf, al-muwaththaâ, dan musnad. Arti istilah-istilah ini adalah a. Al-Mushannaf dalam bahasa diartikan sesuatu yang tersusun. Dalam istilah yaitu teknik pembukuan hadits didasarkan pada klasifikasi hukum fiqh dan didalamnya mencantumkan hadith marfuâ, mauquf, dan maqthuâ. b. Al-Muwatththaâ dalam bahasa diartikan sesuatu yang dimudahkan. Dalam istilah Al-Muwaththaâ diartikan sama dengan Mushannaf. c. Musnad dalam bahasa tempat sandaran sedang dalam istilah adalah pembukuan hadith yang didaarkan pada nama para sahabat yang meriwayatkan hadith tersebut Tulisan-tulisan hadith pada masa awal sangat penting sebagai dokumentasi ilmiah dalam sejarah, sebagai bukti adanya penulisan hadith sejak zaman Rasululloh, sampai dengan pada masa pengkodifikasian resmi dari Umar bin abdul aziz, bahkan sampai pada masa sekarang.[9] Aktifitas Ulama dalam kodifikasi hadith sejak Abad II H. 1. Kodifikasi Hadith Abad II H. Pada abad kedua, para ulama dalam aktifitas kodifikasi hadith tidak melakukan penyaringan dan pemisahan, mereka tidak membukukan hadith- hadith saja, tetapi fatwa sahabat dan tabiâin juga dimasukkan ke dalam kitab- kitab mereka. Dengan kata lain, seleksi hadith pada abad kedua ini disamping memasukkan hadithâ hadith nabi juga perkataan para sahabat dan para tabiâin juga dibukukan, sehingga dalam kitab- kitab itu terdapat hadith- hadith marfuâ, hadith mawquf dan hadith maqthuâ.[10] 2. Kodifikasi Hadith Abad III H. Abad ketiga Hijriah ini merupakan masa penyaringan dan pemisahan antara sabda Rasulullah dengan fatwa sahabat dan tabiâin. Masa penyeleksian ini terjadi pada zaman Bani Abbasyiyah, yakni masa al- Maâmun sampai al- Muktadir sekitar tahun 201- 300 H. Periode penyeleksian ini terjadi karena pada masa tadwin belum bias dipisahkan antara hadith marfuâ, mawquf, dan maqthuâ, hadith yang dhaif dari yang sahih ataupun hadith yang mawdhuâ masih tercampur dengan sahih. Pada saat ini pula mulai dibuat kaidah- kaidah dan syarat- syarat untuk menentukan apakah suatu hadith itu sahih atau dhaif. Para periwayat hadith pun tidak luput dari sasaran penelitian mereka untuk diteliti kejujuran, kekuatan hafalan, dan lain sebagainya.[11] 3. Kodifikasi Hadith Abad IV- VII H. Kalau abad pertama, kedua, dan ketiga, hadith berturut- turut mengalami masa periwayatan, penulisan, pembukuan, serta penyaringan dari fatwa- fatwa sahabat dan tabiâin, yang system pengumpulan hadith nya di dasarkan pada usaha pencarian sendiri untuk menemui sumber secara langsung kemudian menelitinya, maka pada abad keempat dan seterusnya digunakan metode yang berlainan. Demikian pula, ulama yang terlihat pada sebelum abad ke empat disebut ulama mutaqaddimun dan ulama yang terlibat dalam kodifikasi hadith pada abad keempat dan seterusnya disebut ulama mutaakhirin. Pembukuan hadith pada periode ini lebih mengarah pada usaha mengembangkan variasi pen- tadwinâ an terhadap kitab- kitab hadith yang sudah ada. Maka, setelah beberapa tahun dari kemunculan al kutub al- sittah, al- Muwaththaâ Imam Malik ibn Anas, dan al Musnad Ahmad ibn Hanbal, para ulama mengalihkan perhatian untuk menyusun kitab- kitab yang berbentuk jawamiâ, takhrij, athraf, syarah, dan mukhtashar, dan menyusun hadith untuk topik- topik tertentu.[12] 4. Kodifikasi Hadith Abad VII- sekarang. Kodifikasi hadith yang dilakukan pada abad ketujuh dilakukan dengan cara menertibkan isi kitab- kitab hadith, menyaringnya, dan menyusun kitab- kitab takhrij, membuat kitab- kitab jamiâ yang umum, kitab- kitab yang mengumpulkan hadith- hadith hukum, men takhrij hadith- hadith yang terdapat dalam beberapa kitab, men- takhrij hadith- hadith yang terkenal di masyarakat, menyusun kitab athraf, mengumpulkan hadith- hadith disertai dengan menerangkan derajatnya, mengumpulkan hadith- hadith dalam shahih al- Bukhari dan Shahih Muslim, men- tashih sejumlah hadith yang belum di tashih oleh ulama sebelumnya, mengumpulkan hadith- hadith tertentu sesuai topik, dan mengumpulkan hadith dalam jumlah tertentu.[13] C. FAKTOR- FAKTOR PENDORONG KODIFIKASI HADITH Ada tiga hal pokok yang melatar belakangi mengapa khalifah Umar bin Abd Aziz melakukan kodifikasi hadith 1. Beliau khawatir hilangnya hadith- hadith, dengan meninggalnya para ulama di medan perang. Ini adalah faktor utama sebagaimana yang terlihat dalam naskah surat- surat yang dikirimkan kepada para ulama lainnya. 2. Beliau khawatir akan tercampurnya antara hadith- hadith yang shahih dengan hadith- hadith palsu. 3. Dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan para tabiâin antara satu dengan yang lainnya tidak sama jelas sangat memerlukan adanya kodifikasi ini.[14] Dengan demikian faktor terpenting pendorong dilakukannya pengkodifikasian hadith adalah untuk menyelamatkan hadith- hadith nabi dari kepunahan dan pemalsuan. D. PENENTU KEBIJAKAN KODIFIKASI DAN ULAMA YANG TERLIBAT DI DALAMNYA Para ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabiâin berbeda pendapat penulisan hadith dalam beberapa pendapat a. Sebagian mereka membencinya, diantaranya adalah Ibnu Umar dan Ibnu Masâud serta Zaid bin Tsabit. b. Sebagian lain membolehkannya, diantaranya adalah Abdullah bin Ameer dan Anas, Umar bin Ibnu Abdul Aziz serta kebanyakan para sahabat. c. Kemudian mereka sepakat untuk membolehkannya, dan hilanglah perbedaan. Dan seandainya hadith tidak dibukukan dalam kitab- kitab niscaya akan sirnalah dalam masa akhir terutama dimasa kita sekarang.[15] Sedangkan ulama yang terlibat di dalam kodifikasi hadith antara lain 1. Khalifah Umar bin Abdul Aziz. memerintah mulai tahun 99-101 H. Beliaulah yang memerintahkan adnya pembukuan hadith dengan alasan kuatir lenyapnya ajaran- ajaran nabi berhubung telah banyak ulama dan sahabat yang wafat. Karena itu beliau menginstruksikan kepada para gubernur dari semua daerah Islam supaya menghimpun dan menulis hadith- hadith nabi.[16] 2. Abdul Malik bin Abdul Aziz -150 H di Makkah. 3. Malik bin Anas 93-179 H dan Muhammad bin Ishaq -151 H di Madinah. 4. Muhammad ibnu Abdurrahman bin Dziâib 80-158 H di Makkah. 5. Rabiâ bin Sabih -160 H, Saâid bin Arubah -156 H dan Hammad ibn Salamah -167 H di Basrah. 6. Sufyan al-Thauri 97-161 H di Kufah, Khalid ibn Jamil al-âAbd dan Maâmar ibn Rashid 95-153 H di Yaman. 7. Abdurrahman bin Amr al-Auzaâi 88-157 H di Sham. 8. âAbdullah ibn al-Mubarak 118-181 H di Khurasan. 9. Hashim ibnu Bushair 104-183 H di Wasit. 10. Jarir ibn Abdul Hamid 110-188 H di Rayy. 11. Abdullah ibn Wahb 125-197 H di Mesir.[17] Proses kodifikasi pada masa ulama Ibnu Abdul Aziz Untuk keperluantadwin ini, sebagai khalifah Umarmemberikan instruksi kepada Abu Bakar ibn Muhammad ibn Hazm, seorang gubernur Madinah agar mengumpulkan dan menghimpun hadith- hadith yang ada pada Amrah binti Abd al- Rahman al- Anshari dan al- Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar. Instruksi untuk mengumpulkan dan mengkodifikasikan hadith juga disampaikan kepada Muhammad ibn Syihab al- Zuhri, seorang ulama besar di negeri Hijaz dan Syam. Al- Zuhri menggalang agar para ulama hadith mengumpulkan hadith di masing- masing daerah mereka, dan ia berhasil menghimpun hadith dalam satu kitab sebelum khalifah meninggal dunia yang kemudian dikirimkan oleh khalifah ke berbagai daerah untuk bahan penghimpunan hadith selanjutnya.[18] III. ANALISIS Dari pemaparan tentang kodifikasi hadith diatas penulis sangat sependapat dengan usaha pengkodifikasian hadith yang di prakarsai oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dengan alasan- alasan kuat yang diajukan oleh Khalifah Umar penulis menganggap pelaksanaan kodifikasi sangat di perlukan untuk dilakukan. Selain untuk menjaga ajaran- ajaran Nabi Muhammad SAW, pengkodifikasian juga diperlukan untuk menghindari pemalsuan hadith Nabi. Hal ini perlu dilakukan karena hadith merupakan salah satu pedoman umat Islam dalam menjalankan syariâah. Peran hadith dinilai sangat penting karena kedudukannya sebagai penjelas ayat- ayat yang belum jelas. Banyak ayat- ayat al Qurâan yang memerintahkan melaksanakan ibadah-ibadah tertentu, akan tetapi tidak menjelaskan caranya. Misalnya sholat dan haji. Dan bagaimana cara pelaksanaan sholat dan haji dijelaskan dalam hadith nabi. Dengan demikian pengkodifikasian hadith perlu mendapat apresiasi yang tinggi terhadap pelopor dan pelaksananya. IV. KESIMPULAN Rencana untuk mengumpulkan hadith- hadith nabi pertama dimulai oleh Khalifah Umar bin Khattab. Namun dengan berbagai pertimbangan rencana tersebut batal dilaksanakan. Alasan utamanya adalah karena waktu itu masih berlangsung pengumpulan al Qurâan. Sedangkan kodifikasi secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Khalifah Umar memerintahkan kepada para gubernur untuk mengumpulkan dan melakukan pembukuan terhadap hadith. Ulama yang terlibat di dalam kodifikasi hadith antara lain Khalifah Umar bin Abdul Aziz. memerintah mulai tahun 99-101 H. Abdul Malik bin Abdul Aziz -150 H di Makkah. Malik bin Anas 93-179 H dan Muhammad bin Ishaq -151 H di Madinah. Muhammad bin Abdurrahman bin Dziâib 80-158 H di Makkah. Rabiâ bin Sabih -160 H, Saâid bin Arubah -156 H dan Hammad ibn Salamah -167 H di Basrah. Sufyan al-Thauri 97-161 H di Kufah, Khalid ibn Jamil al-âAbd dan Maâmar ibn Rashid 95-153 H di Yaman. Abdurrahman bin Amr al-Auzaâi 88-157 H di ibn al-Mubarak 118-181 H di Khurasan. Hashim ibnu Bushair 104-183 H di Wasit. Jarir ibn Abdul Hamid 110-188 H di Rayy. Abdullah ibn Wahb 125-197 H di Mesir. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainul, Studi Hadis, Surabaya Alpha, 2005. al- Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar, fath al Bari, juz I. Echols, John, M. Hasan shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta Gramedia,1996. Idri, Studi Hadis, Jakarta Kencana, 2010. Ismail, Syuhudi, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta Gema Insani Press, 1995. Jaâfariyan, Rasul, Penulisan dan Penghimpunan Hadith kajian histori, Lentera, 1992. Najwah,Nurun, Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta Radar Jaya, 1996 Thahan, Mahmud, Ulumul Hadith, Studi Komplesitas hadith nabi, penerjemah, Zainul Muttaqin, Yogyakarta Titian Ilahi Press & LP2KI, 1997. Zuhri, M., Hadits Nabi, Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta Tiara Wacana, 1997. [1] John Echols, M. Hasan shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta Gramedia,1996, 122. [2] Zainul Arifin, Studi Hadis, Surabaya Alpha, 2005, 34. [3] Ibid, 35. [4] Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta Gema Insani Press, 1995, 49. [5] M. Zuhri, Hadits Nabi, Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta Tiara Wacana, 1997,52. [6] Rasul Jaâfariyan, Penulisan dan Penghimpunan Hadith kajian histori, Lentera, 1992, 23. [8] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadis, Surabaya Bina Ilmu, 1993, 85 [10] Idri, Studi Hadis, Jakarta Kencana, 2010, 95. [11] Ibid, 97. [12] Ibid, 99. [13] Ibid, 101. [14] Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta Radar Jaya, 1996, 68. [15] Mahmud Thahan, Ulumul Hadith, Studi Komplesitas hadith nabi, penerjemah, Zainul Muttaqin, Yogyakarta Titian Ilahi Press & LP2KI, 1997, 194. [16] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadis, 85. [18] Ahmad bin Ali bin Hajar al- Asqalani, fath al Bari, juz I, 195.
Oleh Abdul Ghofur A. Pengertian Kodifikasi Hadits Kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti codification yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah kodifikasi hadis adalah penulisan dan pembukuan hadits secara resmi berdasarkan perintah khalifah dengan melibatkan beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Jadi tadwin al-hadits kodifikasi hadits dapat dipahami sebagai penghimpunan, penulisan, dan pembukuan hadits Nabi atas perintah resmi dari penguasa Negara khalifah bukan dilakukan atas inisiatif perorangan atau untuk keperluan pribadi. Usaha ini mulai direalisasikan pada masa pemerintahan khalifah ke-8 Bani Umayyah yaitu khalifah Umar bin Abdul Aziz 99-101 H/ 717-720 M, melalui instruksinya kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm yang berbunyi âPeriksalah hadits Nabi Muhammad SAW dan tuliskanlah karena aku khawatir bahwa ilmu hadits akan lenyap dengan meninggalnya ulama dan tolaklah hadits selain dari Nabi Muhammad SAW, hendaklah hadits disebarkan dan diajarkan dalam majelis-majelis sehingga orang-orang yang tidak mengetahui menjadi mengetahuinya, sesungguhnya hadits itu tidak akan rusak sehingga disembunyikan oleh ahlinya.â Atas instruksi ini, Ibnu Hazm lalu mengumpulkan hadits-hadits Nabi, baik yang ada pada dirinya maupun pada Amrah, murid kepercayaan Siti Aisyah. Di samping itu, khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menulis surat kepada para pegawainya di seluruh wilayah kekuasaannya, yang isinya sama dengan isi suratnya kepada Ibnu Hazm. Orang pertama yang memenuhi dan mewujudkan keinginannya ialah seorang alim di Hijaz yang bernama Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madani 124 H yang menghimpun hadits dalam sebuah kitab. Khalifah lalu mengirimkan catatan itu ke setiap penjuru wilayahnya. Menurut para ulama, hadits-hadits yang dihimpun oleh Abu Bakar bin Hazm masih kurang lengkap, sedangkan hadits-hadits yang dihimpun oleh Ibnu Syihab al-Zuhri dipandang lebih lengkap. Akan tetapi, sayang sekali karena karya kedua tabiâin ini lenyap sehingga tidak sampai kepada generasi sekarang. Para sarjana hadits, seperti Ajjaj al-Khatib, Mustafa Husni as-Sibaâi, Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Nuâman Abd al-Muâtal, Muhammad al-Zafaf, dan lain-lain, menemukan dokumen yang bersumber dari Imam Malik bin Anas bahwa kodifikasi hadits ini adalah atas prakarsa khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan menugaskan kepada Ibnu Syihab az-Zuhri dan Ibnu Hazm untuk merealisasikannya. Begitu juga Umar bin Abdul Aziz menugaskan kepada ulama-ulama lain di berbagai penjuru untuk ikut serta membantu pelaksanaan kodifikasi hadits Nabi tersebut. B. Latar Belakang Kodifikasi Hadits Munculnya kegiatan untuk menghimpun dan membukukan hadits pada periode ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor di antaranya adalah kekhawatiran akan hilangnya hadis-hadis Nabi disebabkan meninggalnya para sahabat dan tabiâin yang benar-benar ahli di bidangnya sehingga jumlah mereka semakin hari semakin sedikit. Hal ini kemudian memicu para ulama untuk segera membukukan hadits sesuai dengan petunjuk sahabat yang mendengar langsung dari Nabi. Di samping itu pergolakan politik pada masa sahabat setelah terjadinya perang Siffin yang mengakibatkan perpecahan umat Islam kepada beberapa kelompok. Hal ini secara tidak langsung memberikan pengaruh negatif kepada otentitas hadits-hadits Nabi dengan munculnya hadits-hadits palsu yang sengaja dibuat untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok sekaligus untuk mempertahankan ideologi golongannya demi mempertahankan madzhab mereka. Kebijakan khalifah Umar bin Abdul Aziz dilakukan karena kondisi di lapangan, hadis telah diselewengkan dan telah bercampur aduk dengan ucapan-ucapan israiliyat, hadits difungsikan untuk menguatkan kedudukan kelompok-kelompok tertentu seperti Bani Umayyah, kelompok khawarij, dan kelompok syiah yang saling berebut membuat hadits-hadits untuk menguatkan eksistensi kelompok masing-masing. Adapun menurut Muhammad al-Zafzaf kodifikasi hadits dilatarbelakangi Para ulama hadits telah tersebar ke berbagai negeri, dikhawatirkan hadits akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap hadits; Banyak berita yang diada-adakan oleh orang-orang yang suka berbuat bidâah seperti khawarij, rafidhah, syiah, dan lain-lain yang berupa hadits. C. Sistematika Kodifikasi Hadits Terdorong oleh kemauan keras untuk mengumpulkan hadits priode awal kodifikasi, pada umumnya para ulama dalam membukukannya tidak melalui sistematika penulisan yang baik, dikarenakan usia kodifikasi yang relatif masih muda sehingga mereka belum sempat menyeleksi antara hadits Nabi dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabiâin, bahkan lebih jauh dari itu mereka belum mengklasifikasi hadits menurut kelompok-kelompoknya. Dengan demikian karya ulama pada periode ini masih bercampur aduk antara hadits dengan fatwa sahabat dan tabiâin. Walhasil, bahwa kitab-kitab hadits karya ulama-ulama pada masa ini belum dipilah-pilah antara hadits marfuâ mauquf dan maqthuâ serta di antara hadits sahih, hasan, dan dhaâif. Namun tidak berarti semua ulama hadits pada masa ini tidak ada yang membukukan hadits dengan lebih sistematis, karena ternyata ada di antara mereka telah mempunyai inisiatif untuk menulis hadits secara tematik, seperti Imam Syafiâi yang mempunyai ide cemerlang mengumpulkan hadits-hadits berhubungan dengan masalah talak ke dalam sebuah kitab. Begitu juga karya Imam Ibnu Hazm yang hanya menghimpun hadits-hadits dari Nabi ke dalam sebuah kitab atas instruksi dari Umar bin Abdul Aziz âJangan kau terima selain hadits Nabi SAW saja.â Kemudian pembukuan hadits berkembang pesat di mana-mana, seperti di kota Makkah hadits telah dibukukan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu Ishaq, di Madinah oleh Saâid bin Abi Arubah, Rabiâ bin Shobih, dan Imam Malik, di Basrah oleh Hamad bin Salamah, di Kufah oleh Sufyan Assauri, di Syam oleh Abu Amr al-Auzaâi dan begitu seterusnya. ***** Daftar Pustaka Ajjaj Al Khatib. 1981. As- Sunnah Qabla Tadwin. Kairo Dar al-Fikr. Dedi Supriyadi. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Bandung Pustaka Setia. Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta Fajar Interpratama Offset. Husain Tuanaya, dkk. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam; Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Jakarta Kemenag RI. Mudasir. 2005. Ilmu Hadits. Bandung Pustaka Setia. Muhammad al-Zafzaf. 1979. Al-Taârif fi al-Qurâan wa al-Hadits. Kuwait Maktabah al-Falah. Subhi as-Salih. 2007. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus. Jakarta Pustaka Firdaus. Utang Ranuwijaya. 2001. Ilmu Hadis. Jakarta Gaya Media Pratama.